MEMBANGUN MOTIVASI BERDASARKAN LAYANAN PRIMA
PENGERTIAN MOTIVASI
Motivasi berasal dari kata movere yang
berarti dorongan atau menggerakkan. Motivasi (motivation) dalam
manajemen hanya ditujukan pada sumber daya manusia umumnya dan bawahan khususnya.
Motivasi mempersoalkan bagaimana caranya mengarahkan daya dan potensi bawahan,
agar mau bekerja sama secara produktif berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan
yang telah ditentukan.
Pentingnya
motivasi karena motivasi adalah hal yang menyebabkan, menyalurkan dan mendukung
perilaku manusia, supaya mau bekerja giat dan antusias untuk mencapai hasil
yang optimal. Motivasi semakin penting karena manajer membagikan pekerjaan pada
bawahannya untuk dikerjakan dengan baik dan terintegrasi kepada tujuan yang
diinginkan.
Menurut Malayu S.P. Hasibuan (2005:143).
”Motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja
seseorang agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan
segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan”.
Menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2007:93).
“Motivasi adalah kondisi yang menggerakan pegawai agar mampu mencapai
tujuan dari motifnya”.
Menurut Marihot Tua Efendi Hariandja (2002:321).
“Motivasi adalah faktor-faktor yang mengarahkan dan mendorong perilaku atau
keinginan seseorang”.
Menurut T. Hani Handoko (2003:252).
“Motivasi adalah keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan
individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai tujuan”.
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan
bahwa motivasi adalah dorongan dalam mengarahkan individu yang merangsang
tingkah laku individu serta organisasi untuk melakukan tindakan dalam mencapai
tujuan yang diharapkan.
TUJUAN MOTIVASI
Tujuan motivasi menurut Malayu S.P. Hasibuan (2005:146) adalah
sebagai berikut:
1.
Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan.
2.
Meningkatkan produktivitas kerja karyawan.
3.
Mempertahankan kestabilan karyawan perusahaan.
4.
Meningkatkan kedisiplinan karyawan.
5. Mengefektifkan
pengadaan karyawan.
6.
Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik.
7.
Meningkatkan loyalitas, kreativitas dan partisipasi karyawan.
8.
Meningkatkan kesejahteraan karyawan.
9. Mempertinggi rasa
tanggung jawab karyawan terhadap tugas-tugasnya.
10. Meningkatkan efisiensi
penggunaan alat-alat dan bahan baku.
JENIS-JENIS MOTIVASI
Malayu S.P Hasibuan (2005:150) mengatakan bahwa jenis-jenis
motivasi adalah sebagai berikut:
1.
Motivasi Positif (Insentif Positif)
Motivasi Positif adalah Manajer memotivasi (merangsang) bawahan dengan memberikan hadiah
kepada mereka yang berprestasi di atas prestasi standar.
2.
Motivasi Negatif (Insentif Negatif)
Motivasi Negatif adalah Manajer memotivasi bawahan dengan standar mereka akan mendapatkan
hukuman. Dengan motivasi negatif ini semangat bekerja bawahan dalam waktu
pendek akan meningkat karena mereka takut dihukum, tetapi untuk jangka panjang
dapat berakibat kurang baik.
METODE MOTIVASI
Malayu S.P. Hasibuan (2005:149), mengatakan bahwa ada dua metode motivasi adalah
sebagai berikut:
a. Motivasi Langsung (Direct
Motivation)
Motivasi langsung adalah motivasi (materiil dan Non Materiil) yang diberikan secara langsung
kepada setiap individu karyawan untuk memenuhi kebutuhan serta kepuasannya,
jadi sifatnya khusus, seperti pujian, penghargaan, tunjangan hari raya, bonus
dan bintang jasa.
b. Motivasi Tidak Langsung (Indirect
Motivation)
Motivasi Tidak langsung adalah motivasi yang diberikan hanya merupakan fasilitas-fasilitas yang
mendukung serta menunjang gairah kerja atau kelancaran tugas sehingga para
karyawan betah dan bersemangat melakukan pekerjaannya. Misalnya ruangan kerja
yang nyaman, suasana pekerjaan yang serasi dan sejenisnya.
PROSES MOTIVASI
Malayu S.P. Hasibuan (2005:151), mengatakan bahwa proses motivasi adalah sebagai
berikut :
1. Tujuan
Dalam proses motivasi perlu ditetapkan terlebih
dahulu tujuan organisasi. Baru kemudian para karyawan dimotivasi kearah tujuan.
2.
Mengetahui kepentingan
Hal yang penting dalam proses motivasi adalah mengetahui keinginan karyawan
dan tidak hanya melihat dari sudut kepntingan pimpinan atau perusahaan saja.
3.
Komunikasi efektif
Dalam proses motivasi harus dilakukan komunikasi yang baik dengan bawahan.
Bawahan harus mengetahui apa yang akan diperolehnya dan syarat apa saja yang
harus dipenuhinya supaya insentif tersebut diperolehnya.
4.
Integrasi tujuan
Proses motivasi perlu untuk menyatukan tujuan organisasi dan tujuan
kepentingan karyawan. Tujuan organisasi adalah needscomplex yaitu untuk
memperoleh laba serta perluasan perusahaan. Sedangkan tujuan individu karyawan
ialah pemenuhan kebutuhan dan kepuasan. Jadi, tujuan organisasi dan tujuan
karyawan harus disatukan dan untuk itu penting adanya penyesuaian motivasi.
5.
Fasilitas
Manajer penting untuk memberikan bantuan fasilitas kepada organisasi dan
individu karyawan yang akan mendukung kelancaran pelaksanaan pekerjaan. Seperti
memberikan bantuan kendaraan kepada salesman.
6. Team Work
Manajer harus membentuk Team work yang terkoordinasi baik yang bisa
mencapai tujuan perusahaan. Team Work penting karena dalam suatu
perusahaan biasanya terdapat banyak bagian.
TEORI-TEORI MOTIVASI
Beberapa teori motivasi yang dikemukakan oleh para
ahli yang bisa menjadi sumber untuk perusahaan dalam memotivasi dan
meningkatkan kinerja karyawannya adalah:
1. Teori Abraham H. Maslow (Teori
Kebutuhan)
Teori motivasi yang dikembangkan oleh Abraham H. Maslow pada intinya
berkisar pada pendapat bahwa manusia mempunyai lima tingkat atau hierarki kebutuhan,
yaitu :
(1) kebutuhan fisiologikal (physiological needs), seperti
: rasa lapar, haus, istirahat dan sex; (2) kebutuhan rasa aman (safety needs),
tidak dalam arti fisik semata, akan tetapi juga mental, psikologikal dan
intelektual;
(2) kebutuhan akan
kasih sayang (love needs);
(3) kebutuhan akan harga diri (esteem needs), yang pada
umumnya tercermin dalam berbagai simbol-simbol status; dan
(4) aktualisasi diri (self actualization), dalam arti
tersedianya kesempatan bagi seseorang untuk mengembangkan potensi yang terdapat
dalam dirinya sehingga berubah menjadi kemampuan nyata.
Kebutuhan-kebutuhan yang disebut pertama
(fisiologis) dan kedua (keamanan) kadang-kadang diklasifikasikan dengan cara
lain, misalnya dengan menggolongkannya sebagai kebutuhan primer, sedangkan yang
lainnya dikenal pula dengan klasifikasi kebutuhan sekunder. Terlepas dari cara
membuat klasifikasi kebutuhan manusia itu, yang jelas adalah bahwa sifat, jenis
dan intensitas kebutuhan manusia berbeda satu orang dengan yang lainnya karena
manusia merupakan individu yang unik. Juga jelas bahwa kebutuhan manusia itu
tidak hanya bersifat materi, akan tetapi bersifat pskologikal, mental,
intelektual dan bahkan juga spiritual.
Menarik pula untuk dicatat bahwa dengan makin
banyaknya organisasi yang tumbuh dan berkembang di masyarakat dan makin
mendalamnya pemahaman tentang unsur manusia dalam kehidupan organisasional,
teori “klasik” Maslow semakin dipergunakan, bahkan dikatakan mengalami
“koreksi”. Penyempurnaan atau “koreksi” tersebut terutama diarahkan pada konsep
“hierarki kebutuhan “ yang dikemukakan oleh Maslow. Istilah “hierarki” dapat
diartikan sebagai tingkatan. Atau secara analogi berarti anak tangga. Logikanya
ialah bahwa menaiki suatu tangga berarti dimulai dengan anak tangga yang
pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Jika konsep tersebut diaplikasikan pada
pemuasan kebutuhan manusia, berarti seseorang tidak akan berusaha memuaskan
kebutuhan tingkat kedua,- dalam hal ini keamanan- sebelum kebutuhan tingkat
pertama yaitu sandang, pangan, dan papan terpenuhi; yang ketiga tidak akan
diusahakan pemuasan sebelum seseorang merasa aman, demikian pula seterusnya.
Berangkat dari kenyataan bahwa pemahaman tentang
berbagai kebutuhan manusia makin mendalam penyempurnaan dan “koreksi” dirasakan
bukan hanya tepat, akan tetapi juga memang diperlukan karena pengalaman
menunjukkan bahwa usaha pemuasan berbagai kebutuhan manusia berlangsung secara
simultan. Artinya, sambil memuaskan kebutuhan fisik, seseorang pada waktu yang
bersamaan ingin menikmati rasa aman, merasa dihargai, memerlukan teman serta
ingin berkembang.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa lebih tepat
apabila berbagai kebutuhan manusia digolongkan sebagai rangkaian dan bukan
sebagai hierarki. Dalam hubungan ini, perlu ditekankan bahwa :
(1) Kebutuhan yang
satu saat sudah terpenuhi sangat mungkin akan timbul lagi di waktu yang akan
datang;
(2) Pemuasaan
berbagai kebutuhan tertentu, terutama kebutuhan fisik, bisa bergeser dari
pendekatan kuantitatif menjadi pendekatan kualitatif dalam pemuasannya.
Berbagai kebutuhan tersebut tidak akan mencapai “titik jenuh” dalam arti
tibanya suatu kondisi dalam mana seseorang tidak lagi dapat berbuat sesuatu
dalam pemenuhan kebutuhan itu.
(3) Kendati
pemikiran Maslow tentang teori kebutuhan ini tampak lebih bersifat teoritis,
namun telah memberikan fundasi dan mengilhami bagi pengembangan teori-teori
motivasi yang berorientasi pada kebutuhan berikutnya yang lebih bersifat
aplikatif.
2. Teori McClelland (Teori
Kebutuhan Berprestasi)
Dari McClelland dikenal tentang teori kebutuhan
untuk mencapai prestasi atau Need for Acievement (N.Ach) yang menyatakan bahwa
motivasi berbeda-beda, sesuai dengan kekuatan kebutuhan seseorang akan
prestasi. Murray sebagaimana dikutip oleh Winardi merumuskan kebutuhan akan
prestasi tersebut sebagai keinginan :“ Melaksanakan sesuatu tugas atau
pekerjaan yang sulit. Menguasai, memanipulasi, atau mengorganisasi obyek-obyek
fisik, manusia, atau ide-ide melaksanakan hal-hal tersebut secepat mungkin dan
seindependen mungkin, sesuai kondisi yang berlaku. Mengatasi kendala-kendala, mencapai standar tinggi. Mencapai performa
puncak untuk diri sendiri. Mampu menang dalam persaingan
dengan pihak lain. Meningkatkan kemampuan diri melalui penerapan bakat secara
berhasil.
”Menurut McClelland karakteristik orang yang
berprestasi tinggi (high achievers) memiliki tiga ciri umum yaitu : (1) sebuah
preferensi untuk mengerjakan tugas-tugas dengan derajat kesulitan moderat; (2)
menyukai situasi-situasi di mana kinerja mereka timbul karena upaya-upaya
mereka sendiri, dan bukan karena faktor-faktor lain, seperti kemujuran
misalnya; dan (3) menginginkan umpan balik tentang keberhasilan dan kegagalan
mereka, dibandingkan dengan mereka yang berprestasi rendah.
3. Teori Clyton Alderfer (Teori
“ERG)
Teori Alderfer dikenal dengan akronim “ERG” .
Akronim “ERG” dalam teori Alderfer merupakan huruf-huruf pertama dari tiga
istilah yaitu :
E= Existence (kebutuhan akan eksistensi),
R= Relatedness (kebutuhan untuk berhubungan dengan pihak lain, dan
G= Growth (kebutuhan akan pertumbuhan).
Jika makna tiga istilah tersebut didalami akan tampak dua hal penting.
Pertama, secara konseptual terdapat persamaan antara teori atau model yang
dikembangkan oleh Maslow dan Alderfer. Karena “Existence” dapat dikatakan
identik dengan hierarki pertama dan kedua dalam teori Maslow; “ Relatedness”
senada dengan hierarki kebutuhan ketiga dan keempat menurut konsep Maslow dan
“Growth” mengandung makna sama dengan “self actualization” menurut Maslow.
Kedua, teori Alderfer menekankan bahwa berbagai jenis kebutuhan manusia itu
diusahakan pemuasannya secara serentak.
Apabila teori Alderfer
disimak lebih lanjut akan tampak bahwa :
(1) Makin tidak
terpenuhinya suatu kebutuhan tertentu, makin besar pula keinginan untuk
memuaskannya;
(2) Kuatnya
keinginan memuaskan kebutuhan yang “lebih tinggi” semakin besar apabila
kebutuhan yang lebih rendah telah dipuaskan;
(3) Sebaliknya,
semakin sulit memuaskan kebutuhan yang tingkatnya lebih tinggi, semakin besar
keinginan untuk memuasakan kebutuhan yang lebih mendasar.
(4) Tampaknya
pandangan ini didasarkan kepada sifat pragmatisme oleh manusia. Artinya, karena
menyadari keterbatasannya, seseorang dapat menyesuaikan diri pada kondisi
obyektif yang dihadapinya dengan antara lain memusatkan perhatiannya kepada
hal-hal yang mungkin dicapainya.
4. Teori Herzberg (Teori Dua
Faktor)
Ilmuwan ketiga yang diakui telah memberikan
kontribusi penting dalam pemahaman motivasi Herzberg. Teori yang
dikembangkannya dikenal dengan “ Model Dua Faktor” dari motivasi, yaitu faktor
motivasional dan faktor hygiene atau “pemeliharaan”.
Menurut teori ini yang dimaksud faktor motivasional
adalah hal-hal yang mendorong berprestasi yang sifatnya intrinsik, yang berarti
bersumber dalam diri seseorang, sedangkan yang dimaksud dengan faktor hygiene
atau pemeliharaan adalah faktor-faktor yang sifatnya ekstrinsik yang berarti
bersumber dari luar diri yang turut menentukan perilaku seseorang dalam
kehidupan seseorang.
Menurut
Herzberg, yang tergolong sebagai faktor motivasional antara lain ialah
pekerjaan seseorang, keberhasilan yang diraih, kesempatan bertumbuh, kemajuan
dalam karier dan pengakuan orang lain. Sedangkan faktor-faktor hygiene atau
pemeliharaan mencakup antara lain status seseorang dalam organisasi, hubungan
seorang individu dengan atasannya, hubungan seseorang dengan rekan-rekan
sekerjanya, teknik penyeliaan yang diterapkan oleh para penyelia, kebijakan
organisasi, sistem administrasi dalam organisasi, kondisi kerja dan sistem
imbalan yang berlaku.
Salah
satu tantangan dalam memahami dan menerapkan teori Herzberg ialah
memperhitungkan dengan tepat faktor mana yang lebihberpengaruh kuat dalam
kehidupan seseorang, apakah yang bersifat intrinsik ataukah yang bersifat
ekstrinsik.
5. Teori Keadilan
Inti
teori ini terletak pada pandangan bahwa manusia terdorong untuk menghilangkan
kesenjangan antara usaha yang dibuat bagi kepentingan organisasi dengan imbalan
yang diterima. Artinya, apabila seorang pegawai mempunyai persepsi bahwa
imbalan yang diterimanya tidak memadai, dua kemungkinan dapat terjadi, yaitu :
Seorang
akan berusaha memperoleh imbalan yang lebih besar, atau
Mengurangi intensitas usaha yang dibuat dalam melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Dalam menumbuhkan persepsi tertentu, seorang pegawai biasanya menggunakan empat hal sebagai pembanding, yaitu :
Mengurangi intensitas usaha yang dibuat dalam melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Dalam menumbuhkan persepsi tertentu, seorang pegawai biasanya menggunakan empat hal sebagai pembanding, yaitu :
(1) Harapannya
tentang jumlah imbalan yang dianggapnya layak diterima berdasarkan kualifikasi
pribadi, seperti pendidikan, keterampilan, sifat pekerjaan dan pengalamannya;
(2) Imbalan yang
diterima oleh orang lain dalam organisasi yang kualifikasi dan sifat
pekerjaannnya relatif sama dengan yang bersangkutan sendiri
(3) Imbalan yang
diterima oleh pegawai lain di organisasi lain di kawasan yang sama serta
melakukan kegiatan sejenis;
(4) Peraturan
perundang-undangan yang berlaku mengenai jumlah dan jenis imbalan yang
merupakan hak para pegawai Pemeliharaan hubungan dengan pegawai dalam kaitan
ini berarti bahwa para pejabat dan petugas di bagian kepegawaian harus selalu
waspada jangan sampai persepsi ketidakadilan timbul, apalagi meluas di kalangan
para pegawai. Apabila sampai terjadi maka akan timbul berbagai dampak negatif
bagi organisasi, seperti ketidakpuasan, tingkat kemangkiran yang tinggi, sering
terjadinya kecelakaan dalam penyelesaian tugas, seringnya para pegawai berbuat
kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan masing-masing, pemogokan atau bahkan
perpindahan pegawai ke organisasi lain.
6. Teori penetapan tujuan (goal setting theory)
Edwin
Locke mengemukakan bahwa dalam penetapan tujuan memiliki empat macam mekanisme
motivasional yakni :
(a) tujuan-tujuan mengarahkan perhatian;
(b) tujuan-tujuan mengatur upaya;
(c) tujuan-tujuan meningkatkan persistensi; dan
(d) tujuan-tujuan menunjang strategi-strategi dan rencana-rencana kegiatan.
7. Teori Victor H. Vroom (Teori
Harapan)
Victor H. Vroom, dalam bukunya yang berjudul “Work And Motivation” mengetengahkan suatu teori
yang disebutnya sebagai “ Teori Harapan”. Menurut teori ini, motivasi merupakan
akibat suatu hasil dari yang ingin dicapai oleh seorang dan perkiraan yang
bersangkutan bahwa tindakannya akan mengarah kepada hasil yang diinginkannya
itu. Artinya, apabila seseorang sangat menginginkan sesuatu, dan jalan
tampaknya terbuka untuk memperolehnya, yang bersangkutan akan berupaya
mendapatkannya.
Dinyatakan dengan cara yang sangat sederhana, teori
harapan berkata bahwa jika seseorang menginginkan sesuatu dan harapan untuk
memperoleh sesuatu itu cukup besar, yang bersangkutan akan sangat terdorong
untuk memperoleh hal yang diinginkannya itu. Sebaliknya, jika harapan
memperoleh hal yang diinginkannya itu tipis, motivasinya untuk berupaya akan
menjadi rendah.
Di kalangan ilmuwan dan para praktisi manajemen
sumber daya manusia teori harapan ini mempunyai daya tarik tersendiri karena
penekanan tentang pentingnya bagian kepegawaian membantu para pegawai dalam
menentukan hal-hal yang diinginkannya serta menunjukkan cara-cara yang paling
tepat untuk mewujudkan keinginannnya itu. Penekanan ini dianggap penting karena
pengalaman menunjukkan bahwa para pegawai tidak selalu mengetahui secara pasti
apa yang diinginkannya, apalagi cara untuk memperolehnya.
8. Teori Penguatan dan Modifikasi
Perilaku
Berbagai teori atau model motivasi yang telah
dibahas di muka dapat digolongkan sebagai model kognitif motivasi karena
didasarkan pada kebutuhan seseorang berdasarkan persepsi orang yang
bersangkutan berarti sifatnya sangat subyektif. Perilakunya pun ditentukan oleh
persepsi tersebut.
Padahal dalam kehidupan organisasional disadari dan
diakui bahwa kehendak seseorang ditentukan pula oleh berbagai konsekwensi
ekstrernal dari perilaku dan tindakannya. Artinya, dari berbagai faktor di luar
diri seseorang turut berperan sebagai penentu dan pengubah perilaku.
Dalam hal ini berlakulah apaya yang dikenal dengan
“hukum pengaruh” yang menyatakan bahwa manusia cenderung untuk mengulangi
perilaku yang mempunyai konsekwensi yang menguntungkan dirinya dan mengelakkan
perilaku yang mengibatkan perilaku yang mengakibatkan timbulnya konsekwensi
yang merugikan.
Contoh yang sangat sederhana ialah seorang juru tik
yang mampu menyelesaikan tugasnya dengan baik dalam waktu singkat. Juru tik
tersebut mendapat pujian dari atasannya. Pujian tersebut berakibat pada
kenaikan gaji yang dipercepat. Karena juru tik tersebut menyenangi konsekwensi
perilakunya itu, ia lalu terdorong bukan hanya bekerja lebih tekun dan lebih
teliti, akan tetapi bahkan berusaha meningkatkan keterampilannya, misalnya
dengan belajar menggunakan komputer sehingga kemampuannya semakin bertambah,
yang pada gilirannya diharapkan mempunyai konsekwensi positif lagi di kemudian
hari.
Contoh sebaliknya ialah seorang pegawai yang datang
terlambat berulangkali mendapat teguran dari atasannya, mungkin disertai
ancaman akan dikenakan sanksi indisipliner. Teguran dan kemungkinan dikenakan
sanksi sebagi konsekwensi negatif perilaku pegawai tersebut berakibat pada
modifikasi perilakunya, yaitu datang tepat pada waktunya di tempat tugas.
Penting untuk diperhatikan bahwa agar cara-cara
yang digunakan untuk modifikasi perilaku tetap memperhitungkan harkat dan
martabat manusia yang harus selalu diakui dan dihormati, cara-cara tersebut
ditempuh dengan “gaya” yang manusiawi pula.
9. Teori Kaitan Imbalan dengan
Prestasi.
Bertitik tolak dari pandangan bahwa tidak ada satu
model motivasi yang sempurna, dalam arti masing-masing mempunyai kelebihan dan
kekurangan, para ilmuwan terus menerus berusaha mencari dan menemukan sistem
motivasi yang terbaik, dalam arti menggabung berbagai kelebihan model-model
tersebut menjadi satu model. Tampaknya terdapat kesepakan di kalangan para
pakar bahwa model tersebut ialah apa yang tercakup dalam teori yang mengaitkan
imbalan dengan prestasi seseorang individu .
Menurut model ini, motivasi seorang individu sangat
dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik yang bersifat internal maupun eksternal.
Termasuk pada faktor internal adalah :
(a) persepsi seseorang mengenai diri sendiri; (b) harga diri; (c) harapan
pribadi; (d) kebutuhaan; (e) keinginan; (f) kepuasan kerja; (g) prestasi kerja
yang dihasilkan. Sedangkan faktor eksternal mempengaruhi motivasi seseorang,
antara lain ialah :
(a) jenis dan sifat pekerjaan; (b) kelompok kerja dimana seseorang
bergabung; (c) organisasi tempat bekerja; (d) situasi lingkungan pada umumnya;
(e) sistem imbalan yang berlaku dan cara penerapannya.
MODEL-MODEL MOTIVASI
1.
Model Tradisional
Model tradisional ini digunakan untuk memberikan
dorongan kepada karyawan agar melakukan tugas mereka dengan berhasil, para
menajer menggunkan sistem upah insentif, semakin banyak mereka menghasilkan
atau mencapai hasil kerja yang sempurna, semakin besar penghasilan mereka.
2.
Model Hubungan Manusiawi
Model hubungan tradisional yaitu para manajer
dianjurkan untuk bisa memotivasi para karyawan dengan mengakui kebutuhan sosial
mereka dan dengan membuat mereka merasa penting dan berguna, sehingga dapat
meningkatkan kepuasan kerjanya. Para karyawan diberi lebih banyak waktu
kebebasan untuk mengambil keputusan dalam menjalankan pekerjaannya.
3.
Model Sumber Daya Manusia
Model Sumber Daya Manusia yaitu karyawan mempunyai
motivasi yang sangat beraneka ragam, bukan hanya motivasi karena uang ataupn
keinginan akan kepuasan, tetapi juga kebutuhan untuk berprestasi dan mempunyai
arti dalam bekerja. Tugas manajer dalam model ini, bukanlah menyuap para
karyawan dengan upah atau uang saja tetapi juga untuk mengembangkan rasa
tanggung jawab bersama dalam mencapai tujuan organisasi dan anggotanya, dimana
setiap karyawan menyumbangkan sesuai dengan kepentingan dan kemampuannya
masing-masing.
PRINSIP-PRINSIP DALAM MOTIVASI KERJA
Anwar P. Mangkunegara (2007:100), mengatakan bahwa terdapat beberapa prinsip dalam
memotivasi kerja karyawan adalah sebagai berikut:
1.
Prinsip Partisipasi
Dalam upaya memotivasi kerja, pegawai perlu diberikan kesempatan ikut
berpartisipasi dalam menentukan tujuan yang akan dicapai oleh pemimpin.
2.
Prinsip Komunikasi.
Pemimpin mengkomunikasikan segala sesuatu yang berhubungan dengan usaha
pencapaian tugas, dengan informasi yang jelas, pegawai akan lebih mudah
dimotivasi kerjanya.
3.
Prinsip Pengakui Andil Bawahan
Pemimpin mengakui bahwa bawahan (pegawai) mempunyai andil dalam usaha
pencapaian tujuan. Dengan pengakuan tersebut, pegawai akan lebih mudah
dimotivasi kerjanya.
4.
Prinsip Pendelegasian Wewenang
Pemimpin yang memberikan otoritas atau wewenang kepada pegawai bawahan untuk
sewaktu-waktu dapat mengambil keputusan terhadap pekerjaan yang dilakukannya,
akan membuat pegawai yang bersangkutan menjadi termotivasi untuk mencapai
tujuan yang diharapkan oleh pemimpin.
5.
Prinsip Memberi Perhatian
Pemimpin memberikan perhatian terhadap apa yang diinginkan pegawai bawahan,
akan memotivasi pegawai bekrja apa yang diharapkan oleh pemimpin.
PRESPEKTIF MOTIVASI
1)
Perspektif Behavioral
Menekankan imbalan dan hukuman eksternal sebagai kunci dalam menentukan
motivasi murid. Insentif adalah peristiwa atau stimuli positif atau negatif
yang dapat memotivasi perilaku murid. Pendukung penggunaan insentif menekankan
bahwa insentif dapat menambah minat atau kesenangan pada pelajaran, dan
mengarahkan perhatian pada perilaku yang tepat dan menjauhkan mereka dari
perilaku yang tidak tepat (Emmer, dkk, 2000).
2)
Perspektif Humanistis
Menekankan pada kapasitas murid untuk mengembangkan kepribadian, kebebasan
untuk memilih nasib mereka dan peka terhadap orang lain. Berkaitan erat dengan
pandangan Abraham Maslow bahwa kebutuhan dasar tertentu harus dipuaskan dahulu
sebelum memuaskan kebutuhan yang lebih tinggi. Kebutuhan tertinggi dan sulit
dalam hierarki Maslow diberi perhatian khusus yaitu aktualisasi diri.
3)
Perspektif Kognitif
Pemikiran murid akan memandu motivasi mereka, juga menekankan arti penting
dari penentuan tujuan, perencanaan dan monitoring kemajuan menuju suatu tujuan
(Schunk & Ertmer, 2000; Zimmerman & Schunk, 2001). Jadi perspektif
behavioris memandang motivasi murid sebagai konsekuensi dari insentif
eksternal, sedangkan perspektif kognitif berpendapat bahwa tekanan eksternal
seharusnya tidak dilebih-lebihkan. Perspektif kognitif mengusulkan konsep
menurut White (1959) tentang motivasi kompetensi, yakni ide bahwa orang
termotivasi untuk menghadapi lingkungan mereka secara efektif, menguasai dunia
mereka, dan memproses informasi secara efisien.
4)
Perspektif Sosial
Kebutuhan afiliasi adalah motif untuk berhubungan dengan orang lain secara
aman. Membutuhkan pembentukan, pemeliharaan, dan pemulihan hubungan personal
yang hangat dan akrab. Kebutuhan afiliasi murid tercermin dalam motivasi mereka
untuk menghabiskan waktu bersama teman, kawan dekat, keterikatan mereka dengan
orang tua, dan keinginan untuk menjalin hubungan positif dengan guru. Murid
sekolah yang punya hubungan penuh perhatian dan suportif biasanya memiliki
sifat akademik yang positif dan lebih senang bersekolah (Baker, 1999;
Stipek, 2002).
0 Response to "MEMBANGUN MOTIVASI BERDASARKAN LAYANAN PRIMA"
Post a Comment
Silahkan berkomentar dengan Sopan
No SARA
No spam (Link Aktif)
Jika anda ingin mendapatkan file utuhnya silahkan hubungi admin atau request di kolom komentar dengan menyertakan email anda
Insya Allah akan kami balas secepatnya
Terima kasih telah berkunjung jangan lupa di share gan....!!!!!